Pengertian dan Hakekatnya Manusia
s3sederajat.com - Allah menciptakan manusia bukan sekedar menciptakan tapi memiliki tujuan, begitu juga manusia hidup di dunia sama halnya Allah menciptkannya.
Agar manusia mengetahui apa tujuan Allah menciptakan manusia dan apa tujuan manusia hidup di dunia ini, maka sebuah keniscayaan bagi manusia sendiri untuk sadar bahwa dirinya adalah sesuatu yang diciptakan dan pasti ada yang menciptakan (Allah).
Untuk mengetahui Zat Sang Pencipta, maka kita teringat bagaimana Nabi Ibrohim dalam mencari Tuhannya, adalah sebuah contoh manusia pilihan dalam mencari Tuhannya.
Kita sebagai manusia yang bukan manusia pilihan seperti halnya para nabi, untuk memahami tentang Tuhannya maka perlu kiranya memepelajari pendidikan Agama yang memuat bagaimana manusia diciptakan dan tujuan mansuia diciptakan.
Pengertian dan Hakikat Manusia
Menurut Bahasa Indonesia manusia berarti makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain) ' insân; orang '
Ada tiga kata dalam Al-Qur’an yang biasa diartikan sebagai manusia, yaitu albasyar, al-nâs, dan al-ins atau al-insân.
Al-basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan
sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia juga
sering disebut al-ins atau al-insân.
Kata al-ins dan al-insân dalam pengertian bahasa
merupakan lawan dari "binatang liar". Dalam Al-Qur’an, sekalipun mempunyai akar kata
yang sama, kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang berbeda dan mempunyai
keistimewaan yang berbeda pula.
Kata al-ins senantiasa dikaitkan dengan kata al-jinn. Dan kata al-insân bukan
berarti basyar saja dan bukan pula dalam pengertian al-ins.
Dalam pemakaian AlQur’an, al-insan mengandung pengertian makhluk mukallaf (ciptaan Tuhan yang
dibebani tanggung jawab) pengembanan amanah Allah SWT dan khalifah Allah SWT di
atas bumi.
Kajian tentang manusia selalu menarik dan tak kunjung selesai. Meski telah
melalui beragam disiplin ilmu yang khusus membahas manusia, namun makhluk yang
bernama manusia ini masih tetap menjadi misteri yang tak mudah diungkap
Salah satu aspek kajian tentang manusia yang cukup menarik terutama tentang
hakekat manusia, untuk apa ia diciptakan serta kedudukannya di antara berbagai
makhluk di muka bumi.
Al-Imam al-Ghozali ketika menjelaskan eksistensi manusia yang
merujuk pada firman Allah dalam surat al-Hijr/15: 28-29:
(28) وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ خَالِقٌۢ بَشَرًا مِّنْ صَلْصَالٍ مِّنْ حَمَاٍ مَّسْنُوْنٍۚ
فَاِذَا سَوَّيْتُهٗ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهٗ سٰجِدِيْنَ (29)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud.
Menurut al-Ghazali, manusia selain memiliki unsur yang bersifat physis (benda
yang dapat diraba), dan psychis (unsur yang tidak dapat diraba tetapi memiliki perasaan)
juga mempunyai ruh yang lebih bersifat independent yang tidak bersifat physis maupun
psychis.
Secara fisik manusia tersusun dari banyak unsur seperti tulang, daging, darah dan
lainnya. Jasad manusia mengalami kehancuran dan sangat tergantung pada unsure-unsur
lain.
Jasad manusia akan hancur oleh keterbatasan umur, sementara pikiran manusia
sangat terbatas oleh ruang yang melingkupinya. Manusia bisa merasa sakit apabila salah
satu anggota tubuhnya terkena pukulan benda keras.
Adapun ruh tidak memerlukan materi, ia memiliki peristiwa yang independent
uang tidak akan terjadi pada makhluk selain manusia. Ruh sudah ada sebelum manusia
lahir dan akan tetap ada setelah manusia mati.
Kekuatan manusia bisa diindera melalui badan yang sehat, tetapi sulit diketahui di
mana letak kemampuan manusia mendengar, melihat, berpikir dan bercita-cita.
Kekuatan
mengindera menurut al-Ghozali bukan persoalan jasmaniyah dan bukan pula menempel
pada fisik, melainkan ia merupakan peristiwa yang mandiri (jauhar mujarrad).
Apabila indera dianggap memiliki ketergantungan pada fisik, maka ia berfungsi
selama fisiknya berfungsi. Akan tetapi ruh memiliki kemampauan dan kemandirian lebih
kuat ketimbang indera. Ruh bebas dari arah dan tidak terikat oleh ruang maupun waktu.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki kedudukan yang paling tinggi
di antara makhluk lain. Allah SWT berfirman dala surat al-Isra/17: 7:
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا
"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai."
Kemuliaan manusia ditunjukan Allah melalui kemampuan akal yang
dianugerahkannya, sehingga manusia memiliki kesanggupan menguasai segala kekayaan
yang ada di dalam alam raya ini. Darat, laut bahkan angkasa dapat ditundukannya.
Kesempurnaan manusia sebagai makhluk paling mulia juga diisyaratkan dalam surah atTîn/95: 4 – 6:
(4) لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ
(5) ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ
(6) اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya."
Dengan kesempurnaan ciptaanya membuat manusia menempati kedudukan
tertinggi di antara makhluk lain, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi.
Meskipun manusia memiliki potensi kesempurnaan seperti gambaran di atas,
tetapi kemudian, ketika ia terjatuh dari prototipe ketuhanan, maka kesempurnaan itu
semakin berkurang, bahkan dapat menjatuhkan dirinya sendiri ketempat yang paling
hina. Untuk menghindari dari kejatuhan itu maka manusia harus kembali kepada Tuhan
dengan iman dan amal saleh.
0 Response to "Pengertian dan Hakekatnya Manusia"
Post a Comment